05 Juni 2009

Tenarnya Anjing, Babi, dan Monyet

Kita tentu tahu bentuk dan perilaku hewan anjing, babi, dan monyet. Anjing dengan gaya pipisnya yang khas, liurnya yang suka menjuntai, dan kelakuannya yang kadang menggemaskan kadang pula menakutkan. Si babi dikenal sebagai hewan pinky yang jorok karena hobi bermain di lumpur. Walau babi tampak lucu setelah disulap menjadi boneka, tetap saja predikat hewan jorok tetap tersemat padanya. Kalau monyet, yang sempat digadang sebagai nenek moyang manusia, adalah pribadi yang lincah dan tidak bisa diam. Kedua kaki monyet juga berfungsi sebagai tangannya.

Entah mengapa, dengan segala bentuk dan perilaku mereka, ketiga hewan ini sering dijadikan model makian, cacian, dan umpatan. Mengapa hanya hewan ini yang tenar? Mengapa ketiga hewan ini menjadi lambang kemarahan kita terhadap sesuatu?

Makian, cacian, dan umpatan memang sering dikeluarkan dalam bentuk “hewan”. Dalam sudut pandang manusia, tentu saja hewan-hewan tersebut kalah sempurna dengan kaumnya. Namanya juga hewan, tidak punya akal untuk berpikir. Mereka hanya dianugerahi naluri untuk bertahan hidup. Ketidaksempurnaan dan kekurangan pada hewan inilah yang kemudian dikaitkan oleh manusia dengan keadaan yang serba menjengkelkan dan tidak mengenakan. Sayangnya, ucapan “hewani” ini telah membudaya dalam kehidupan sehari-hari.

Manusia dengan egoisnya menyudutkan sebagian makhluk Tuhan. Sombong memang menjadi sifat jelek manusia. Mereka dengan berani mengukur derajat makhluk sesuai standar mereka. Bukankah setiap makhluk di dunia ada gunanya?

Namun, seiring dengan berkembangnya (atau mungkin rusaknya) zaman, ketiga hewan ini ‘naik pangkat’. Bukan lagi sebagai cacian, tapi juga sebagai sapaan akrab dan pujian terhadap kawan. “Mau kemana lu Nyet?” atau “Gila, anjing banget permainan bola kamu!”

Sebagian orang mengatakan, ucapan adalah doa. Tegakah kalian mendoakan sesama manusia dengan harapan yang buruk? Sudikah status kita disamakan dengan hewan?

Semoga ketenaran ketiga hewan ini tidak digunakan di jalan yang buruk, walau pada kenyataannya hal ini sangat bersebrangan. Semoga pula, tidak ada lagi hewan tambahan yang disalahgunakan manusia sebagai kosakata yang kasar.

1 komentar:

  1. iya nih, omongan anak muda makin lama makin kasar..
    saya sih ga mau disamain kayak hewan2 itu..

    BalasHapus